Assalamu alaikum warahmatullahi wabarokatuh

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarokatuh.

Selamat datang di Blog Kelas 3 SDIT Luqman Al Hakim, Yogyakarta

Semoga ini bisa menjadi wasilah silaturahim diantara keluarga siswa kelas 3

Partisipasi anda merupakan kebanggaan kami. Jazakallah khoiron katsiro

Minggu, 23 Januari 2011

PUISI PELANGI

Karya Si Roy (Raihan Muhammad Rifqi)

Pelangi

Pelangi kau begitu Indah
Warnamu begitu indah
Merah, kuning, dan hijau
Warnamu membuat orang tersanjung

Pelangi

Tuhan yang telah menciptakanmu dan keindahamnmu
Saat kau ada kau membuatku senang
Saat kau pergi aku sedih
Aku menanti kedatanganmu kembali...

Karya Nadia (Nadia Nurul Ramadhanty)


Pelangi

Pelangi kau sangat indah sekali
Warnamu begitu cerah dan segar
Merah,kuning, hijau itulah warnamu
Pelangi kau dtang ketika hujan telah reda
Pelangi aku akan sangat menyukaimu

Karya Putri Irsalina Salma

Pelangi Yang Indah

Pelangi.......kau sangat mengagumkan sekali
Kau sangat indah...kau membuat orang keluar rumah dan melihatmu
Warnamu sangat indah dan menakjubkan
Aku kagum sekali padamu, aku bangga padamu karena warnamu yang sangat indah
Kau muncul saat sehabis hujan
Terima kasih ya Allah kau telah menciptakan pelangi yang indah

Karya alma (Almasi Rozan Ibrati)


Pelangi

Pelangi warnamu Indah Sekali
Merah jingga,kuninng, hijau, biru, nila dan ungu
Dan banyak orang yang suka pelangi
Karena warnamu yang indah

Wahai pelangi....
Kau indah sekali seperti matahari
Yang sedang bersinar di siang hari
Warnamu yang indah dan bagus

Karya Della (Secondella shafa Mutiara Dewi)


Pelangi

Kau indah sekali seperti matahari yang sedang bersinar di siang hari
Tapi kau bersinar setelah hujan reda
Merah,kuning,hijau itulah warnamu
Anak-anak menyukaimu
Tapi kau bersinar setelah hujan reda
Pelangi mengapa kau jarang munculnya

Kamis, 13 Januari 2011

SETIAP HARI MEMBAWA AL QUR'AN ATAU JUZ AMMA

Mohon kepada ayah bunda untuk mengingatkan ananda membawa Al qur'an atau juz amma setiap hari, guna memperlancar murojaah pagi. terimakasih.

Membentuk Anak Berkepribadian Mandiri

Hindari Terus-terusan Menyalahkan

“Biar Ibu yang melakukan!” kalimat seperti ini sering terdengar ketika seorang ibu mulai kewalahan menghadapi anaknya yang banyak beraktivitas. Baik itu saat menuangkan air, mandi, atau pun berpakaian. Ketika sang anak terlihat mulai membuat kesalahan, maka banyak orang tua cenderung mengambil alih aktivitas tersebut dan membiarkan anak tidak menyadari kesalahannya. Sikap cenderung melindungi seperti ini timbul karena orang tua ingin segalanya serba cepat dan berharap anak akan segera belajar dari apa yang dilakukannya.

Padahal keadaannya tidaklah demikian. Perkembangan jiwa anak sesungguhnya terbentuk dari berbagai pengalaman-kesalahan yang diciptakannya sendiri. Anak harus dibiarkan memiliki keinginan dan rasa tahu yang besar akan hal-hal yang baru. Biarkan mereka merasakan hal yang baru tersebut, agar mereka tahu baik tidaknya hal tersebut. Kalau belum apa-apa orang tua sudah menurunkan “bala bantuan”, maka anak akan terus berharap bantuan orang tuanya cenderung takut berekplorasi pada hal-hal yang baru.

PERLUNYA KEGIATAN BERSAMA

Pembentukan karakter ini disarankan untuk dirintis sejak bayi. Bayi yang baru lahir biasanya memiliki sendiri kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungannya yang baru. Untuk menyatakan keinginannya, bayi biasanya menggunakan gerak fisik seperti: menangis, menjambak rambut ibunya.

Perhatikan dengan seksama bagaimana bayi kita mengekspresikan keinginannya, kemudian berikan respek terhadap keinginannya tersebut. Misalnya: perhatikan benar perbedaan tangis ketika ia mulai bosan, mulai lapar atau mengantuk. Bentuk tangisnya pasti berbeda. Kalau bayi kita menangis karena kantuk segera buailah ia hingga tidur atau ajaklah ia bermain dengan mainan yang lain ketika ia mengeluarkan tangisan karena bosan.

Kalau matanya menghindar dari tatapan mata kita, maka itu pertanda ia sedang asyik dengan dunianya sendiri. Jangan memaksanya untuk memandang kita karena bayi juga memerlukan waktu untuk dirinya sendiri, walau hanya beberapa saat. Akan sama halnya ketika ia mulai mengambil mainan dan membuangnya.

Pada saat seperti ini bayi mulai melakukan kontrol tidak hanya pada dirinya namun juga pada ibu/ayahnya. Ketika ia membuang mainannya, bayi sedang menunjukkan kemampuannya untuk mengontrol orang lain. Para orang tua harus menunjukkan sikap toleransi dan kooperatif untuk tindakan bayi seperti ini. Biarkan itu terjadi karena itu merupakan bagian dari perkembangan jiwa untuk mengontrol lingkungannya.

Bayi pun harus mulai disosialisasikan sejak dini. Jangan biarkan ia berkesempatan menumbuhkan sifat cuek terhadap lingkungannya. Bila sempat, senandungkan lagu anak-anak setiap kali kita bermain bersama. Ajaklah ia juga bernyanyi, biarkan ia mendengarkan suara dan lagu yang kita nyanyikan. Tak punya waktu bernyanyi bersama? Putarkan kaset lagu anak-anak. Coba juga, lakukan kegiatan bersama dengan berbagai bentuk permainan seperti cilukba, pok ame-ame, dan sebagainya. Intinya, sejak awal kita mesti mengajak bayi bersosialisasi dengan orang lain, melakukan kegiatan bersama dengan orang lain di lingkungannya.

TIDAK MENYALAHKAN

Begitu melewati usia setahun, anak mulai menunjukkkan sikap kemandirian baik dalam segi fisik maupun emosi. Mereka mampu mencari kesenangan sendiri dengan bermain-main sendiri, misalnya, selama kurang lebih 20 menit. Mereka mulai menjelajahi berbagai hal. Juga bereksperimen seolah-olah mereka sudah menjadi anak besar. Orang tua hendaknya memberi mereka kebebasan untuk berekplorasi, namun dalam batasan yang “disepakati”.

Misalnya jika ia ingin minum air jeruk di gelas besar seperti ayahnya, beri ia kesempatan melakukannya di dapur misalnya. Dengan begitu, air yang tumpah dari gelas bisa segera dibersihkan. Atau jika anak ingin melakukan hal ini di restauran, beri ia celemek dada (dari saputangan atau serbet misalnya) sehingga tumpahan airnya tidak mengotori meja makan restoran.

Biarkanlah anak-anak berkembang sesuai tahapan yang harus dilaluinya. Ini harus kita ingat benar. Jangan sekalipun mematahkan tahapan yang harus dilalui tersebut karena anak bisa menjadi takut bahkan trauma. Jika anak takut melihat jerapah yang tinggi berleher jenjang, hindari berkata, “Apa sih yang kamu takutkan? Jerapah itu baik hati kok”. Biarkan anak menentukan sikapnya pada kita. Katakan, misalnya, “Kalau kamu takut, jangan dekat-dekat kandang jerapah”, atau “Apa sebaiknya kita pindah ke kandang gajah?”. Pendeknya, jangan membiarkan anak seolah melarikan diri dari situasi yang menurutnya menakutkan. Beri kesempatan mereka mulai belajar mengambil keputusan dan menanggung risiko dari pilihan yang telah diambilnya.

Hal penting lainnya, jangan pernah menyalahkan anak atas keputusan yang telah diambilnya, meski itu salah. Karena ini adalah salah satu langkah untuk membentuk sikapnya yang mandiri. Banyak orang tua yang tidak menyadari hal ini dan senantiasa berada di belakang anak dan segera membantu/menyalahkan anak jika ia membuat kesalahan. Ini sama saja dengan memadamkan secara perlahan inisiatif anak yang mulai timbul.





BIARKAN MENCOBA

Memasuki usia pra-sekolah, anak mulai banyak melakukan kegiatan mandiri. Anak usia 3 tahun misalnya, mulai menunjukkan sikap mandiri seperti: menggosok gigi dan memakai baju, tanpa bantuan orang lain. Mereka juga mulai belajar berkata-kata dalam satu kalimat penuh. Memasuki usia 5 tahun, anak mulai mampu mengikat sepatunya sendiri, menggunting tanpa terluka, dan mampu menuliskan nama lengkapnya.

Di balik ini semua, hal-hal tersebut bisa dilakukan anak karena anak sudah mampu membangun kemandirian emosi dan intelektual. Mereka juga sudah mampu asyik bermain dengan diri sendiri selama 1,5 jam, dan mulai menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari suatu keluarga yang memiliki orang tua.

Mereka umumnya juga mulai suka memaksakan keinginan, seolah tiap keinginannya mesti dituruti. Hadapi situasi ini dengan bijak. Tanggapi kemauan anak dengan melibatkannya dengan diri kita sendiri. Misalnya: gadis cilik kita bersikeras ingin membuat kue. Lakukan kegiatan memasak kue ini bersama. Biarkan ia yang mengaduk tepung dan kita yang memasukkannya dalam oven.

Jika anak tidak tepat memadankan pakaian atasan dan bawahannya, jangan langsung menertawakan bahkan memarahinya. Biarkan mereka mencoba segala hal yang baru sesuai keinginanya. Menyalah-nyalahkan bisa memperburuk perkembangan jiwanya. Arahkan perlahan, ajak ia memadupadankan pakaian secara bergantian hingga mereka mampu mendapatkan padanan yang tepat.

Begitupula jika anak kita cenderung penakut dan selalu memprediksi lingkungan yang baru dengan hal yang buruk, maka kita sebagai orang tua bertugas untuk menenteramkan jiwanya dan meyakinkannya bahwa sesungguhnya lingkungan baru itu sangat aman. Bujuklah ia dengan hal-hal yang menyenangkan. Kalau dia senang bermain pasir di taman permainan yang luas, misalnya, katakan bahwa ia akan tetap aman tanpa kita di sampingnya. Karena setiap ia memerlukan kita, kita senantiasa ada di bangku yang tidak jauh dari gundukan pasir tempatnya bermain.

Tentu saja hal yang sama tidak bisa diterapkan terus ketika anak kita mulai masuk sekolah. Anak yang cenderung menempel terus pada orang tuanya, tidak boleh dibiasakan untuk ditunggui di luar kelasnya. Bangun terus kepercayaan dirinya dan yakinkan bahwa sekolah adalah tempat bermain yang menyenangkan.

MENGAMBIL PUTUSAN SENDIRI

Hal besar yang terjadi pada usia sekolah adalah adanya pengaruh teman lingkungannya dalam pembentukan identitas diri anak. Secara kontinyu, anak akan mulai terus membentuk pribadi yang seolah benar-benar jauh berbeda dari orang tuanya dan terus menempa kemauannya sendiri. Pada akhir kelas 2, seorang anak akan mulai lebih selektif dalam memilih buku ataupun pakaian yang sesuai dengan seleranya, mulai mampu memelihara hobinya (terhadap binatang, barang misalnya), juga mulai mampu berinisiatif melakukan permainan yang diinginkan tanpa ditemani orang tuanya.

Pada fase ini, orang tua hendaknya bersikap seperti “jaring pengaman” bagi anak dan bukannya sebagai perahu penyelamat di tengah laut. Kalau ia ingin menginap di rumah temannya, berilah izin. Jemputlah jika malam itu juga ia ternyata rindu rumah maupun ayah-ibunya. Pada tahap usia ini, kita harus membiarkan anak merasakan pelajaran dari apa yang diinginkannya, meskipun ujungnya adalah sesuatu yang kurang mengenakkan seperti contoh menginap tadi. Tentunya lain waktu anak kita tidak akan tergiur untuk menginap di rumah temannya karena ia sudah tahu rasa tidak enak bila menginap. Biarkan dan dengarkanlah celoteh anak kita yang ternyata merasakan tidak enak tidur dirumah orang lain lalu ajaklah ia mengambil suatu sikap sebagai bekal di kegiatan yang lain. Dengan cara ini anak akan dapat mengambil pelajaran yang paling baik untuk dijadikan solusi bagi dirinya ketika menghadapi keinginan yang lain.

Pendekatan “mengambil keputusan sendiri” ini akan sangat bermanfaat bagi anak yang tidak menunjukkan sikap inisiatif yang besar. Misalnya, saat anak kita menghadapi tugas sekolah untuk menyelesaikan karangan, beri kesempatan padanya untuk mengeluarkan ide. Jangan sekali-sekali kita langsung berinisiatif mengajaknya bertukar pikiran agar karya tulis itu cepat selesai dan sempurna. Karena menjadi orang tua yang baik adalah dengan membiarkan anak berkembang sesuai porsinya.

Kiriman: Sita Sakari/RB

Jumat, 07 Januari 2011

Lima Poin Pendidikan Anak Dalam Islam

Bunda, apakah ilmumu hari ini? Sudahkah kau siapkan dirimu untuk masa depan anak-anakmu? Bunda, apakah kau sudah menyediakan tahta untuk tempat kembali anakmu? Di negeri yang Sebenarnya. Di Negeri Abadi? Bunda, mari kita mengukir masa depan anak-anak kita. Bunda, mari persiapkan diri kita untuk itu.
Hal pertama Bunda, tahukah dikau bahwa kesuksesan adalah cita-cita yang panjang dengan titik akhir di Negeri Abadi? Belumlah sukses jika anakmu menyandang gelar atau jabatan yang tertinggi, atau mengumpulkan kekayaan terbanyak. Belum Bunda, bahkan sebenarnya itu semua tak sepenting nilai ketaqwaan. Mungkin itu semua hanyalah jalan menuju ke Kesuksesan Sejati. Atau bahkan, bisa jadi, itu semua malah menjadi penghalang Kesuksesan Sejati.
Gusti Allah Yang Maha Mencipta Berkata dalam KitabNya:
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS 3:185)
Begitulah Bunda, hidup ini hanya kesenangan yang menipu, maka janganlah tertipu dengan tolok ukur yang semu. Pancangkanlah cita-cita untuk anak-anakmu di Negeri Abadi, ajarkanlah mereka tentang cita-cita ini. Bolehlah mereka memiliki beragam cita-cita dunia, namun janganlah sampai ada yang tak mau punya cita-cita Akhirat.
Kedua, setelah memancangkan cita-cita untuk anak-anakmu, maka cobalah memulai memahami anak-anakmu. Ada dua hal yang perlu kau amati:
Pertama, amati sifat-sifat khasnya masing-masing. Tidak ada dua manusia yang sama serupa seluruhnya. Tiap manusia unik. Pahami keunikan masing-masing, dan hormati keunikan pemberian Allah SWT.
Yang kedua, Bunda, fahami di tahap apa saat ini si anak berada. Allah SWT mengkodratkan segala sesuatu sesuai tahapan atau prosesnya.
Anak-anak yang merupakan amanah pada kita ini, juga dibesarkan dengan tahapan-tahapan.
Tahapan sebelum kelahirannya merupakan alam arwah. Di tahap ini kita mulai mendidiknya dengan kita sendiri menjalankan ibadah, amal ketaatan pada Allah dan juga dengan selalu menjaga hati dan badan kita secara prima. Itulah kebaikan-kebaikan dan pendidikan pertama kita pada buah hati kita.
Pendidikan anak dalam Islam, menurut Sahabat Ali bin Abitahalib ra, dapat dibagi menjadi 3 tahapan/ penggolongan usia:
1. Tahap BERMAIN (“la-ibuhum”/ajaklah mereka bermain), dari lahir sampai kira-kira 7 tahun.
2. Tahap PENANAMAN DISIPLIN (“addibuhum”/ajarilah mereka adab) dari kira-kira 7 tahun sampai 14 tahun.
3. Tahap KEMITRAAN (“roofiquhum”/jadikanlah mereka sebagai sahabat) kira-kira mulai 14 tahun ke atas.
Ketiga tahapan pendidikan ini mempunyai karakteristik pendekatan yang berbeda sesuai dengan perkembangan kepribadian anak yang sehat. Begitulah kita coba memperlakukan mereka sesuai dengan sifat-sifatnya dan tahapan hidupnya.
Hal ketiga adalah memilih metode pendidikan. Setidaknya, dalam buku dua orang pemikir Islam, yaitu Muhammad Quthb (Manhaj Tarbiyah Islamiyah) dan Abdullah Nasih ’Ulwan (Tarbiyatul Aulad fil Islam), ada lima Metode Pendidikan dalam Islam.
Yang pertama adalah melalui Keteladanan atau Qudwah, yang kedua adalah dengan Pembiasaan atau Aadah, yang ketiga adalah melalui Pemberian Nasehat atau Mau’izhoh, yang keempat dengan melaksanakan Mekanisme Kontrol atau Mulahazhoh, sedangkan yang terakhir dan merupakan pengaman hasil pendidikan adalah Metode Pendidikan melalui Sistem sangsi atau Uqubah.
Bunda, jangan tinggalkan satu-pun dari ke lima metode tersebut, meskipun yang terpenting adalah Keteladanan (sebagai metode yang paling efektif).
Setelah bicara Metode, ke empat adalah Isi Pendidikan itu sendiri. Hal-hal apa saja yang perlu kita berikan kepada mereka, sebagai amanah dari Allah SWT.
Setidak-tidaknya ada 7 bidang. Ketujuh Bidang Tarbiyah Islamiyah tersebut adalah: (1) Pendidikan Keimanan (2) Pendidikan Akhlaq (3) Pendidikan Fikroh/ Pemikiran (4) Pendidikan Fisik (5) Pendidikan Sosial (6) Pendidikan Kejiwaan/ Kepribadian (7) Pendidikan Kejenisan (sexual education). Hendaknya semua kita pelajari dan ajarkan kepada mereka.

Ke lima, kira-kira gambaran pribadi seperti apakah yang kita harapkan akan muncul pada diri anak-anak kita setelah hal-hal di atas kita lakukan? Mudah-mudahan seperti yang ada dalam sepuluh poin target pendidikan Islam ini:
Selamat aqidahnya, Benar ibadahnya, Kokoh akhlaqnya, Mempunyai kemampuan untuk mempunyai penghasilan, Jernih pemahamannya, Kuat jasmaninya, Dapat melawan hawa nafsunya sendiri, Teratur urusan-urusannya, Dapat menjaga waktu, Berguna bagi orang lain.
Insya Allah, Dia Akan Mengganjar kita dengan pahala terbaik, sesuai jerih payah kita, dan Semoga kita kelak bersama dikumpulkan di Negeri Abadi. Amin. Wallahua’lam, (SAN)
Catatan:
• Lima Poin Pendidikan Anak: -1.Paradigma sukses-2.Mengenal Tahapan dan Sifat-3.Metode-4.Isi-5.Target.
• Buku Muhammad Quthb (Manhaj Tarbiyah Islamiyah) diterjemahkan dengan judul “Sistem Pendidikan Islam” terbitan Al-Ma’arif Bandung, dan buku Abdullah Nasih ’Ulwan (Tarbiyatul Aulad fil Islam) diterjemahkan dengan judul Pendidikan Anak Dalam Islam.
http://www.eramuslim.com/syariah/benteng-terakhir/lima-poin-pendidikan-anak-dalam-islam.htm